Pages

Kamis, 26 Mei 2011

Profil Sekolah

  1. Personil Sekolah

SMA Negeri 2 Sintang pada tahun pelajaran 2010/2011 dengan jumlah 21 rombongan belajar diasuh oleh 31 orang guru PNS, 7 orang non PNS,  Tata Usaha PNS 3 orang, 5 orang non PNS, 1 orang jaga malam, 3 orang tenaga kebersihan lapangan sekolah. Satpan 2 orang Jumlah total 52 orang.

Senin, 23 Mei 2011

Hubungan Internasional dan Organisasi Internasional


  1. Hubungan Internasional.
1.      Pengertian Hubungan Inernasional
a.       Dalam UU RI Nomor 37 Tahun 1999 Bab I  Ketentuan Umum pasal 1 hurup  a, yaitu setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional dan Internasional yang dilakukan oleh pemerintah di tingkat pusat dan daerah atau lembaga-lembaganya, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadya masyarakat atau warga negara Indonesia.
b.      Dalam Encyclopedia Americana, dinyatakan bahwa hubungan Internasional  adalah hubungan antar negara atau antar individu dari negera-negara yang berbeda-beda baik berupa hubungan politik, budaya, ekonomi ataupun hankam.

Hubungan pengaplikasian E-learning


Abstrak

Dalam upaya meningkatkan proses pendidikan di tanah air dan menyambut berkembangnya teknologi komunikasi di abad milenium ini, ilmu mendapat penghargaan sangat tinggi. Dalam melakukan transfer ilmu banyak sarana yang dapat digunakan. Salah satunya adalah dengan internet. Melalui media internet, ilmu dapat disebarluaskan secara tepat, murah dan handal. Jarak tidak lagi merupakan kendala dan perbedaan waktu karena faktor geografi tidak menjadi halangan bagi seseorang yang ingin mengakses ilmu pengetahuan. Melalui kegiatan pembelajaran e-Learning, seorang mahasiswasiswa dapat berkomunikasi dengan dosennya kapan saja, yaitu melalui e-mail dan chatting.

Rabu, 18 Mei 2011

PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF, DAN MENYENANGKAN (PAKEM

Yeyet Maryati
A. Pendahuluan
Arief Rachman mengidentifikasi ada sembilan titik lemah pendidikan di Indonesia (Arief Rachman, 2006, 114). Kesembilan titik lemah tersebut adalah (1) selama ini keberhasilan pendidikan hanya diukur dari keunggulan ranah kognitif, dan mengabaikan ranah afektif dan psikomotorik, sehingga pembinaan dan pengembangan watak bangsa menjadi terabaikan, (2) model evaluasi yang digunakan selama ini hanya mengukur kemampuan berpikir konvergen, sehingga siswa tidak dipacu untuk berpikir kreatif dan imajinatif, (3) proses pendidikan berubah menjadi proses pengajaran, yang berakibat materi pelajaran menjadi tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari, (4) kemampuan menguasai materi tidak disertai dengan pembinaan kegemaran belajar. (5) titel atau gelar menjadi target pendidikan, tidak disertai dengan tanggung jawab ilmiah yang mumpuni, (6) materi pendidikan dan buku pelajaran ditulis dengan cara dan metode yang monoton, tidak menantang dan tidak menstimulasi daya kritis dan iamjinasi siswa (7) manajemen pendidikan yang menekankan pada tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan kepada pemerintah, bukan kepada stakeholder, (8) profesi guru yang terkesan menjadi profesi ilmiah dan kurang disertai dengan bobot profesi kemanusiaan, dan (9) upaya pemerataan pendidikan yang tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, serta lemahnya political will pemerintah terhadap upaya perbaikan pendidikan.
Dengan kondisi permasalahan sebagaimana diungkapkan oleh Arief Rahman, terutama dengan permasalahan nomor 1-4 yang secara langsung menyangkut proses pembelajaran, sangat wajar kalau proses pembelajaran yang terjadi di kelas tidak mampu menghasilkan orang-orang yang cerdas sebagaimana yang diamanatkan UUD ‘45. Keberhasilan pembelajaran yang hanya diukur oleh penguasaan pengetahuan (kognitif) hanya akan mendorong proses pembelajaran menghasilkan orang-orang pintar, tetapi bisa jadi tidak punya hati nurani, egois, tidak mampu bekerja sama, dan sifat-sifat lain yang menyangkut afeksi. Sifat peduli terhadap kepentingan orang banyak, takut melakukan kecurangan karena akan merugikan orang lain, sopan santun terhadap orang yang lebih tua, kasih dan sayang terhadap yang lebih muda, semangat berkorban untuk kepentingan bersama, bersikap disiplin, adalah diantara sifat-sifat afeksi yang sulit diukur secara kuantitas dan hasilnya tidak dapat dilihat dengan segera. Karena itu pembelajaran yang mengembangkan sifat-sifat ini menjadi luput dari perhatian dalam pembelajaran. Padahal sifat-sifat ini terkait dengan kecerdasan emosi yang banyak berpengaruh pada kesuksesan seseorang dalam melaksanakan tugasnya di masyarakat dan dunia kerja. Belum lagi kalau dilihat tingkat penguasaan aspek kognitifnya yang dikembangkan. Apakah perkembangan kognitif yang dikembangkan sampai pada tahap kognitif yang lebih tinggi, seperti kemampuan mengaplikasi, menganalisis, mensistesis, mengevaluasi, bahkan membuat dan menemukan ilmu baru? Lebih penting lagi apakah perkembangan kognitifnya sampai pada tahap kemampuan merumuskan dan memecahkan masalah, terutama berkenaan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari? Ini adalah satu permasalahan besar dengan pembelajaran di kelas kita.
Permasalahan kedua juga sangat besar dampaknya terhadap proses pembelajaran di kelas. Soedijarto, dalam penelitiannya menemukan bahwa sistem evaluasi ternyata mempengaruhi kualitas proses belajar, khususnya pada tingkat partisipasi belajar pada siswa. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh B.S. Bloom, yang menyatakan bahwa setiap siswa akan berusaha mempelajari apa yang diperkirakan akan ditanyakan pada saat dilaksanakan tes (Soedijarto, 1993: 81). Ini berarti, kalau bentuk evaluasi yang diberikan kepada siswa hanya pada penguasaan konsep dan fakta, maka siswa akan belajar dengan cara menghafal dan drilling menjawab soal. Bentuk evaluasi seperti itu tidak akan mendorong siswa untuk berpikir secara kritis, kreatif, dan menemukan jawaban yang berbeda.
Berkenaan dengan permasalahan yang ketiga, banyak bukti di sekitar kita, siswa-siswa kita yang telah lulus dari sekolah tidak mampu berbuat banyak di lingkungannya. Mereka menjadi terasing dengan lingkungannya. Karena apa yang mereka pelajari di bangku sekolah adalah apa yang ada dalam buku (textbook), bukan permasalahan lingkungan yang sehari-hari mereka temukan dan rasakan. Pembelajaran yang dilaksanakan lebih bersifat tekstual, dan tidak kontekstual, sehingga ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan hanya bisa disimpan dalam memori dan tidak bermanfaat bagi kehidupannya.
Sejalan dengan permasalahan-permasalahan sebelumnya, pembelajaran di kelas-kelas sekolah kita cenderung hanya mendorong siswa untuk ”belajar untuk tahu” atau learning to know. Strategi pembelajaran yang mendorong siswa untuk senang untuk belajar dan menguasai kemampuan bagaimana belajar dilakukan (learning how to learn) tidak banyak dilakukan, sehingga pada saat mereka telah menempuh ujian dan dinyatakan lulus, maka mereka menganggap tugas belajar telah selesai. Mereka tidak memiliki kemauan dan kemampuan belajar mandiri untuk mengembangkan dirinya, baik di lingkungan masyarakat maupun di lingkungan dunia kerjanya.
B. Mengapa PAKEM ?
Sebagai sebuah profesi yang professional, maka semua tindakan yang dilakukan guru harus didasarkan pada kerangka teori dan kerangka pikir yang jelas. Demikian juga dengan pilihan untuk memilih dan memanfaatkan pendekatan PAKEM, harus didasari pada suatu rasional mengapa kita memilih dan menggunakan pendekatan tersebut. Berkenaan dengan hal ini perlu dikemukakan sejumlah alasan dan dasar teoritik sekaligus landasan filosofis dikembangkannya pendekatan PAKEM. Salah satu perkembangan teori pembelajaran yang mendasari munculnya pendekatan PAKEM adalah terjadinya pergeseran paradigma proses belajar mengajar, yaitu dari konsep pengajaran menjadi pembelajaran yang berimplikasi kepada peran yang harus dilakukan guru yang tadinya mengajar menjadi membelajarkan. Konsep pembelajaran yang merupakan terjemahan dari kata instruksional pada dasarnya telah lama dikenal di Indonesia, yaitu sejak tahun 1975, yang tergambar dalam rumusan tujuan yang harus dibuat guru, yaitu rumusan tujuan instruksional khusus. Namun implementasi dari konsep pembelajaran di dalam kelas belum juga terjadi secara sesungguhnya.
Dalam konsep pengajaran peran yang paling dominan ada pada guru, yaitu sebagai pengajar yang melaksanakan tugasnya mengajar. Dalam kegiatan pengajaran komunikasi sering terjadi hanya satu arah, yaitu dari guru kepada siswa, sehingga siswa lebih banyak pasif. Pada saat guru menyampaikan materi pelajaran, yang biasanya dilakukan melalui ceramah, para siswa hanya menerima apa yang disampaikan oleh guru. Permasalahannya yang paling mendasar adalah pada saat seorang guru mengajar apakah ada jaminan bahwa para siswanya belajar? (Belajar dalam pengertian sebagaimana dikemukakan oleh para penganut aliran kognitivistik, yaitu adanya aktifitas mental dalam berinteraksi dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan perilaku yang relatif konstan). Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah apa yang disampaikan oleh Mel Silberman: Belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi ke dalam kepala seorang peserta didik. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan tindakan pelajar itu sendiri. (Mel Silberman, 1996).
Berbeda dengan konsep pengajaran PAKEM, konsep pembelajaran ini lebih mengutamakan pada aktifitas siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya. Dalam konsep pembelajaran PAKEM, tugas guru adalah membelajarkan siswa. Artinya berbagai upaya yang dilakukan guru dalam rangka mengkondisikan para siswanya untuk belajar. Dengan demikian, fokus dari interaksi dan komunikasi ”di dalam kelas” ada pada siswa, yaitu melakukan aktifitas belajar. Melalui penerapan konsep pembelajaran ini maka siswa akan menjadi aktif melakukan berbagai aktifitas belajar, yang tidak hanya mendengarkan, tetapi mereka harus terlibat secara aktif mencari, menemukan, mendiskusikan, merumuskan, dan melaporkan hasil belajarnya. Melalui proses seperti ini maka kegiatan belajar anak akan menjadi lebih bermakna (meaningfull learning). Di samping didasarkan pada upaya optimalisasi implimentasi konsep pembelajaran, pendekatan PAKEM juga didasarkan pada sejumlah asumsi tentang apa itu belajar. Sejumlah asumsi tentang belajar yang dimaksud, diantaranya:
a. Belajar adalah proses individual. Artinya kegiatan belajar tidak bisa diwakilkan kepada orang lain, hanya orang yang bersangkutanlah yang dapat melakukannya. Ini berarti kegiatan belajar menuntut aktifitas orang yang sedang belajar.
b. Belajar adalah proses sosial. Kegiatan belajar harus dilakukan melalui interaksi sosial dengan lingkungan sekitar. Ini berarti seseorang yang belajar harus secara aktif berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, karena melalui interaksi sosial inilah akan diperoleh pengalaman sebagai hasil belajar.
c. Belajar adalah menyenangkan. Apabila kegiatan belajar dilakukan dengan sukarela, atas kesadaran dan kemauan sendiri, dan tanpa ada paksaan, maka kegiatan belajar akan menyenangkan. Karena itulah, setiap orang yang belajar harus melakukannya dengan penuh kesadaran bahwa belajar itu yang akan membawa manfaat bagi kelangsungan hidupnya.
d. Belajar adalah aktifitas yang tidak pernah berhenti. Proses belajar akan terus berlangsung selama manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Pada saat seseorang berinteraksi dengan lingkungan ”apakah itu disadari ataupun tidak” dan terjadi perubahan perilaku dalam dirinya (kognitif, afektif, atau psikomotorik) maka pada dasarkan orang tersebut telah belajar.
e. Belajar adalah membangun makna. Pada saat seseorang melakukan kegiatan belajar, pada hakikatnya ia menangkap dan membangun makna dari apa yang diamatinya. Hal ini sejalan dengan pembelajaran kontekstual (contextual learning) yang mengasumsikan bahwa otak secara alamiah mencari makna dari suatu permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan dimana seseorang tersebut berinteraksi (http://www.texascollaborative.org).
Di samping pada pertimbangan perkembangan teori belajar dan pembelajaran, pentingnya PAKEM didasarkan pada pemahaman dan kepentingan siswa sebagai pembelajar. Disadari bahwa para siswa yang belajar adalah individu-individu yang memiliki potensi dan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Karenanya, mereka harus diberi kesempatan untuk memikirkan segala sesuatu yang terjadi dalam lingkungannya; guru hendaknya menstimulasi daya pikir mereka dengan mengajukan sejumlah pertanyaan dan permasalahan yang harus dipecahkan (problem solving). Melalui penciptaan kondisi yang menantang dan pemberian kebebasan yang luas kepada siswa untuk beraktifitas, memungkinkan siswa menganalisis permasalah secara kritis, dan mencari pemecahannya secara kreatif. Sebab kreatifitas akan muncul dalam suasana dan lingkungan yang menantang namun dirasa aman, dan tidak takut akan mendapat hukuman apabila terjadi kesalahan. Proses belajar yang dialami siswa juga harus melatih dan meningkatkan kematangan emosional dan sosialnya. Pada akhirnya seluruh proses belajar yang dilakukan siswa akan membawanya pada peningkatan produktivitas menjadi lebih tinggi. Untuk menciptakan proses pembelajaran yang akan membawa siswa pada peningkatan berbagai kemampuan tersebut diperlukan suasana dan pengalaman belajar yang bervariasi. Dengan kata lain, proses belajar yang dialami siswa harus mendorong dan mengembangkan dirinya menjadi orang-orang yang mampu berpikir kritis, kreatif, mampu memecahkan masalah, memiliki kematangan emosional/sosial, dan memiliki produktivitas yang tinggi dengan menciptakan proses pembelajaran yang bervariasi.
C. Apa itu PAKEM?
PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Sehingga, jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa. Secara garis besar, gambaran PAKEM adalah sebagai berikut:
1. Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
2. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan cara membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
3. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan ‗pojok baca‘
4. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok.
5. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.
D. Konsep PAKEM
PP No. 19 tahun 2005 Bab IV Pasal 19 ayat 1 menyatakan bahwa ”Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpatisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, keatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”. Hal tersebut merupakan dasar bahwa guru perlu menyelenggarakan pembelajaan yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM).
Pada dasarnya guru sudah banyak yang mengetahui hal tersebut, tetapi dalam penerapannya masih banyak kendala. Disinilah dibutuhkan kemauan dan motivasi yang kuat dari guru untuk menerapkan PAKEM di kelasnya. PAKEM merupakan pembelajaran yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan ketrampilan, sikap dan pemahaman dengan mengutamakan belajar sambil bekerja, guru menggunakan berbagai sumber belajar dan alat bantu termasuk pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar agar pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektif.
1. Aktif.
Ciri aktif dalam PAKEM berarti dalam pembelajaran memungkinkan siswa berinteraksi secara aktif dengan lingkungan, memanipulasi objek-objek yang ada di dalamnya serta mengamati pengaruh dari manipulasi yang sudah dilakukan. Guru terlibat secara aktif dalam merancang, melaksanakan maupun mengevaluasi proses pembelajarannya. Guru diharapkan dapat menciptakan suasana yang mendukung (kondusif) sehingga siswa aktif bertanya.
2. Kreatif
Kreatif merupakan ciri ke-2 dari PAKEM yang artinya pembelajaran yang membangun kreativitas siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan, bahan ajar serta sesama siswa lainnya terutama dalam menyelesaikan tugas-tugas pembelajarannya. Gurupun dituntut untuk kreatif dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran. Guru diharapkan mampu menciptakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa.
3. Efektif
Ciri ketiga pembelajaran PAKEM adalah efektif. Maksudnya pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran, yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
4. Menyenangkan
Menyenangkan merupakan ciri ke empat dari PAKEM dengan maksud pembelajaran dirancang untuk menciptakan suasana yang menyenangkan. Menyenangkan berarti tidak membelenggu, sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada pembelajaran, dengan demikian waktu untuk mencurahkan perhatian (time of task) siswa menjadi tinggi. Dengan demikian diharapkan siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya. Sehubungan dengan ciri menyenangkan dalam PAKEM, Rose and Nocholl (2003) mengatakan bahwa pembelajaran yang menyenangkan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Menciptakan lingkungan tanpa stress (relaks), lingkungan yang aman untuk melakukan kesalahan, namum harapan untuk sukses tetap tinggi.
b. Menjamin bahwa bahan ajar itu relevan. Anda ingin belajar ketika Anda melihat manfaat dan pentingnya bahan ajar. Demikian Rose dan Nicholl.
c. Menjamin bahwa belajar secara emosional adalah positif, yang pada umumnya hal itu terjadi ketika belajar dilakukan bersama orang lain, ketika ada humor dan dorongan semangat, waktu rehat dan jeda teratur serta dukungan antusias.
d. Melibatkan secara sadar semua indera dan juga pikiran otak kiri dan otak kanan.
e. Menantang peserta didik untuk dapat berpikir jauh ke depan dan mengekspresikan apa yang sedang dipelajari dengan sebanyak mungkin kecerdasan yang relevan untuk memahami bahan ajar.
Dari uraian singkat tentang Pembelajaran Aktif, Kreatif dan Menyenangkan (PAKEM), dalam pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan harus diwujudkan di kelas karena dasar hukumnya sudah jelas yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Permasalahannya adalah bagaimana kreatifitas dan inovasi guru dalam menciptakan suasana kelas agar siswa belajar, yang pada dasarnya belajar adalah memproduksi gagasan atau membangun makna baru dari dari pengetahuan awal yang sudah dimiliki siswa. Siswa sebagai subjek belajar tidak mengkonsumsi gagasan tetapi memproduksi gagasan dalam proses pembelajaran yang difasilitasi oleh guru. Guru sebagai fasilitator hendaknya dapat memfasilitasi terwujudnya pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan yang diantaranya dapat menggunakan model pembelajaran.
E. Prinsip PAKEM
Dalam pelaksanaan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan sekurang-kurangnya ada empat komponen atau prinsip yang dapat diidentifikasi. Keempat komponen atau prinsip tersebut adalah:
1. Mengalami.
Dalam hal mengalami siswa belajar banyak melalui berbuat, pengalaman langsung mengaktifkan banyak indera. Beberapa contoh bentuk konkritnya adalah melakukan pengamatan, percobaan, penyelidikan, wawancara, penggunaan alat peraga.
2. Interaksi
Interaksi antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru perlu diupayakan agar tetap ada dan terjaga agar mempermudah dalam membangun makna. Dengan interaksi pembelajaran menjadi lebih hidup dan menarik, kesalahan makna berpeluang terkoreksi, makna yang terbangun semakin mantap dan kualitas hasil belajar meningkat.
3. Komunikasi
Komunikasi dapat diartikan sebagai cara menyampaikan apa yang kita ketahui. Interaksi saja belum cukup jika tidak dilengkapi dengan komunikasi, karena interaksi akan lebih bermakna jika interaksi itu komunikatif. Makna yang terkomunikasikan kepada orang lain secara terbuka memungkinkan untuk mendapat tanggapan.Beberapa cara komunikasi yang dapat dilakukan misalnya dengan pajangan, presentasi, laporan.
4. Refleksi
Refleksi berarti memikirkan kembali apa yang diperbuat/dipikirkan. Melalui refleksi kita dapat mengetahui efektifitas pembelajaran yang sudah berlangsung. Refleksi dapat memberikan peluang untuk memunculkan gagasan baru yang dapat bermanfaat dalam perbaikan makna hasil pembelajaran. Dengan refleksi kesalahan dapat dihindari sehingga tidak terulang lagi.
F. Metodologi PAKEM
PAKEM adalah Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Disamping metodologi pembelajaran dengan nama atau sebutan ”PAKEM”, muncul pula nama yang dikeluarkan di daerah Jawa Tengah dengan sebutan ”PAIKEM Gembrot” dengan kepanjangan Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Gembira dan Berbobot. Disamping itu melalui program Workstation P4TK-BMTI Bandung tahun 2007, di Jayapura muncul pula sebutan ”Pembelajaran MATOA” (diambil dari buah Matoa), kepanjangan Menyenangkan Atraktif Terukur Orang Aktif, yang artinya Pembelajaran yang menyenangkan, Guru dapat menyajikan dengan atraktif/menarik dengan hasil terukur sesuai yang diharapkan siswa(orang) belajar secara aktif . Metodologi yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran dengan pendekatan PAKEM, sebagai berikut:
Active Learning
Proses belajar dapat dikatakan active learning dengan mengandung makna:
1. Komitmen (Keterlekatan pada tugas), Berarti, materi, metode dan strategi pembelajaran bermanfaat untuk siswa (meaningful), sesuai dengan kebutuhan siswa (relevant) dan bersifat pribadi (personal).
2. Tanggung jawab (Responsibility), Merupakan suatu proses belajar yang memberi wewenang pada siswa untuk krtitis, guru lebih banyak mendengar daripada bicara, menghormat ide-ide siswa, memberi pilihan dan memberi kesempatan pada siswa untuk memutuskan sendiri.
3. Motivasi, Motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik, dengan lebih mengembangkan motivasi intrinsik siswa agar proses belajar yang ditekuninya muncul berdasarkan, minat dan inisiatif sendiri, bukan karena dorongan lingkungan atau orang lain.
Motivasi belajar siswa akan meningkat karena ditunjang oleh pendekatan belajar yang dilakukan guru lebih dipusatkan kepada siswa (Student centred approach), guru tidak hanya menyuapi atau menuangkan dalam ember, tetapi menghidupkan api yang menerangi sekelilingnya, dan bersikap positif kepada siswa. Active learning bisa dibangun oleh seorang guru yang gembira, tekun dan setia pada tugasnya, bertanggung jawab, motivator yang bijak, berpikir positif, terbuka pada ide baru dan saran dari siswa atau orang tuanya/masyarakat, tiap hari energinya untuk siswa supaya belajar kreatif, selalu membimbing, seorang pendengar yang baik, memahami kebutuhan siswa secara individual, dan mengikuti perkembangan pengetahuan.
Pembelajaran Kreatif
Pembelajaran kreatif adalah kemampuan untuk menciptakan, mengimajinasikan, melakukan inovasi, dan melakukan hal-hal yang artistik lainnya. Dikarakterkan dengan adanya keaslian dan hal yang baru. Dibentuk melalui suatu proses yang baru. Memiliki kemampuan untuk menciptakan. Dirancang untuk mesimulasikan imajinasi.
Kreatifitas adalah sebagai kemampuan (berdasarkan data dan informasi yang tersedia) untuk memberikan gagasan-gagasan baru dengan menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, yang menekankan pada segi kuantitas, ketergantungan dan keragaman jawaban dan menerapkannya dalam pemecahan masalah.
Ciri-ciri Kepribadian Kreatif. berdasarkan survei kepustakaan oleh Supriadi (1985) mengidentifikasi 24 ciri kepribadian kreatif yaitu: (1) terbuka terhadap pengalaman baru, (2) fleksibel dalam berfikir dan merespons; (3) bebas dalam menyatakan pendapat dan perasaan; (4)menghargai fantasi; (5) tertarik kepada kegiatan- kegiatan kreatif; (6) mempunyai pendapat sendiri dan tidak mudah terpengaruh oleh orang lain; (7) mempunyai rasa ingin tahu yang besar; (8) toleran terhadap perbedaan pendapat dan situasi yang tidak pasti; (9) berani mengambil risiko yang diperhitungkan; (10) percaya diri dan mandiri; (11) memiliki tanggung jawab dan komitmen kepada tugas; (12) tekun dan tidak mudah bosan; (13) tidak kehabisan akal dalam memecahkan masalah; (14) kaya akan inisiatif; (15) peka terhadap situasi lingkungan; (16) lebih berorientasi ke masa kini dan masa depan dari pada masa lalu; (17) memiliki citra diri dan stabilitas emosional yang baik; (18) tertarik kepada hal-hal yang abstrak, kompleks, holistik dan mengandung teka-teki; (19) memiliki gagasan yang orisinal; (20) mempunyai minat yang luas; (21) menggunakan waktu luang untuk kegiatan yang bermanfaat dan konstruktif bagi pengembangan diri; (22) kritis terhadap pendapat orang lain; (23) senang mengajukan pertanyaan yang baik; dan (24) memiliki kesadaran etik- moral dan estetik yang tinggi.
Sedangkan Kirton (1976) membedakan ciri kepribadian kreatif kedalam dua gaya berfikir : Adaptors dan innovators. Kedua gaya tersebut merupakan pendekatan dalam mengahadapi perubahan. Adaptors mencoba membuat sesuatu lebih baik, menggunakannya, ada yang menggunakan metode, nilai, kebijakan, dan prosedur.
Mereka percaya pada standard dan konsesus yang diterima sebagai petunjuk dalam pengembangan dan implementasi ide-ide baru. Sedangkan innovators suka merekonstruksi masalah, berpikir. Mencermati pandangan pertama, yang mengartikan kreativitas sebagai kemampuan, maka yang dimaksud kemampuan di sini adalah kemampuan menggunakan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dilandasi oleh fakta dan informasi yang akurat dalam memecahkan atau mengatasi suatu masalah, dengan demikian kreativitas dalam pengertian kemampuan hanya mencakup dimensi kognitif. Ciri-ciri kreativitas tersebut belum sepenuhnya menjadi tolok ukur seseorang dapat disebut kreatif. Ciri lain yang harus dikembangkan yaitu ciri afektif menyangkut sikap dan perasaan seseorang, antara lain motivasi untuk berbuat sesuatu.
Penyajian Pembelajaran
Penyajian dalam pembelajaran ini dapat dilakukan dengan, pemecahan masalah, curah pendapat, belajar dengan melakukan (learning by doing), menggunakan banyak metode yang disesuaikan dengan kontek, kerja kelompok. Para siswa menyelesaikan permasalahan, menjawab pertanyaan-pertanyaan, memformulasikan pertanyaan- pertanyaan menurut mereka sendiri, mendiskusikan, menerangkan, melakukan debat, curah pendapat selama pelajaran di kelas, dan pembelajaran kerjasama, yaitu para siswa bekerja dalam tim untuk mengatasi permasalahan dan kerja proyek yang telah dikondisikan dan diyakini agar terjadi ketergantungan yang positif dan tanggung jawab individu yang mendalam.
Untuk keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan tujuan yang diharapkan, sebelumnya siswa dilatih cara konsentrasi, ketelitian, kesabaran, ketekunan, keuletan , peningkatan daya ingat serta belajar dengan metode bayangan. Disamping itu siswa dapat melakukan ”SSN” (Senyum, Santai dan Nikmat) yang artinnya siswa dapat melakukan dengan senyum (dalam hati) berarti senang dalam proses kegiatan pembelajaran, Santai berarti siswa dapat mengikuti kegiatan pembelajaran tidak tegang/stress serta siswa dapat menikmati kegiatan pembelajaran. Dengan proses tersebut akhirnya siswa dapat menguasai materi sesuai yang diharapkan dengan benar.
Latihan ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara atau dalam bentuk permainan (games), misalnya menghitung huruf ”a” pada satu (lebih) paragrap dengan beberapa kalimat, latihan membayangkan diri sendiri. Disamping itu Guru harus selalu memberikan motivasi kepada semua siswa bahwa pelajaran tidak ada yang sulit, semua siswa akan mampu menguasai materi tersebut dengan baik. Hindarilah menakut-nakuti atau menyampaikan, bahwa pelajarannya sangat sulit, hal ini akan mengurangi motivasi siswa untuk belajar, seolah-olah kemampuan otaknya tidak mampu untuk menerimanya/seolah-olah otaknya tertutup untuk menerimanya, karena pelajaran sangat dipandang sulit.
G. Apa yang harus diperhatikan dalam melaksanakan PAKEM?
1. Memahami sifat yang dimiliki anak
Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak Indonesia, atau anak bukan Indonesia ”selama mereka normal” terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan kreatif. Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat, anugerah Tuhan, tersebut.
2. Mengenal anak secara perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila mendapat kesulitan sehingga belajar anak tersebut menjadi optimal.
3. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat individunya berkembang.
4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah.
Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal ini memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain dengan sering-sering memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata ”Apa yang terjadi jika …” lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata ”Apa, berapa, kapan”, yang umumnya tertutup (jawaban betul hanya satu).
5. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Sesuatu yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam pembelajaran karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.
6. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak selalu harus keluar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan dapat men-gembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasi, membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram.
7. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar.
Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka.
8. Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental
Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatan sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok serta siswa duduk saling berhadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari PAKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut: takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan ”PAKEM”.
H. Bagaimana Pelaksanaan PAKEM?
Gambaran PAKEM diperlihatkan dengan berbagai kegiatan yang terjadi selama PEMBELAJARAN. Pada saat yang sama, gambaran tersebut menunjukkan kemampuan yang perlu dikuasai guru untuk menciptakan keadaan tersebut. Berikut tabel beberapa contoh kegiatan pembelajaran dan kemampuan guru.
Kemampuan Guru
Pembelajaran (Siswa)
Guru menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam.
Sesuai mata pelajaran, guru menggunakan, misal:
Alat yang tersedia atau yang dibuat sendiri
Gambar
Studi kasus
Nara sumber
Lingkungan
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan.
Siswa:
Melakukan percobaan, pengamatan, atau wawancara
Mengumpulkan data/jawaban dan mengolahnya sendiri
Menarik kesimpulan
Memecahkan masalah, mencari rumus sendiri
Menulis laporan/hasil karya lain dengan kata- kata sendiri
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri secara lisan atau tulisan.
Melalui:
Diskusi
Lebih banyak pertanyaan terbuka
Hasil karya yang merupakan pemikiran anak sendiri
Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa.
Siswa dikelompokkan sesuai dengan
kemampuan (untuk kegiatan tertentu)
Bahan pelajaran disesuaikan dengan
kemampuan kelompok tersebut.
Tugas perbaikan atau pengayaan diberikan
Guru mengaitkan pembelajaran dengan pengalaman siswa sehari-hari.
Siswa menceritakan atau memanfaatkan
pengalamannya sendiri.
Siswa menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari-hari
Menilai pembelajaran dan kemajuan belajar siswa secara terus menerus.
Guru memantau kerja siswa
Guru memberikan umpan balik
I. Kesimpulan
Peningkatan kualitas sumber daya manusia haruslah menjadi prioritas dalam pembangunan nasional kita. Itu berarti pembangunan dunia pendidikan harus mendapatkan perhatian yang serius, komitmen yang kuat dan tindakan nyata dari seluruh stakeholder. Pembangunan dunia pendidikan memang harus dilakukan secara sistemik, melalui pembenahan berbagai sektor yang terkait. Khusus untuk pembangunan pendidikan formal (sekolah), semua perbaikan yang dilakukan harus mengarah dan mendukung pada peningkatan kualitas proses pembelajaran yang dilakukan di ”kelas”. Karena inti dari proses pendidikan di sekolah ada pada proses pembelajaran. Kualitas proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kualitas interaksi antara siswa dengan sumber belajar. Artinya kualitas pembelajaran dikatakan baik apabila para siswanya secara aktif melakukan berbagai kegiatan untuk mengembangkan dirinya secara utuh (kognitif, afektif, dan psikomotorik) melalui interaksinya dengan berbagai sumber belajar. Untuk dapat terjadi seperti itu perlu diciptakan lingkungan dan suasana belajar yang mendukung, yaitu lingkungan yang mendorong anak untuk melakukan eksplorasi pada lingkungannya; memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara divergen, kritis, kreatif, dan inovatif; dan melatih anak untuk bekerja secara kooperatif dan kolaboratif; Salah satu model pembelajaran yang mampu mendorong itu semua adalah apa yang disebut PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).


Model Pembelajaran LC ( Learning Cycle


Model Pembelajaran LC ( Learning Cycle)
Model Pembelajaran LC ( Learning Cycle)

Slavin (2005:187) mengatakan bahwa pada dasarnya para siswa memasuki kelas dengan pengetahuan, ketrampilan dan motivasi yang berbeda-beda dari rumah. Ketika guru memberikan suatu materi pelajaran dalam kelas, siswa dalam menerima pelajaran tersebut ada yang cepat dan ada yang lambat. Untuk mengatasi masalah perbedaan kecepatan siswa dalam menerima materi dalam kelas dapat digunakan model pembelajaran Leaning Cycle.

LC (Learning Cycle) ,yaitu suatu model pembelajaran yang berpusat pada pebelajar (student centered). LC (Learning Cycle) patut dikedepankan, karena sesuai dengan teori belajar Piaget (Renner et al, 1988), teori belajar yang berbasis konstruktivisme. Piaget menyatakan bahwa belajar merupakan pengembangan aspek kognitif yang meliputi: struktur, isi, dan fungsi. Struktur intelektual adalah organisasi-organisasi mental tingkat tinggi yang dimiliki individu untuk memecahkan masalah-masalah. Isi adalah perilaku khas individu dalam merespon masalah yang dihadapi. Sedangkan fungsi merupakan proses perkembangan intelektual yang mencakup adaptasi dan organisasi (Arifin, 1995).
Ciri khas model pembelajaran LC(Learning Cycle) ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan guru yang kemudian hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama. Kelebihan model pembelajaran LC (Learning Cycle) meningkatkan motivasi belajar karena pebelajar dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran., dapat memberikan kondisi belajar yang menyenangkan, meningkatkan ketrampilan sosial dan aktivitas siswa, membantu siswa dalam memahami dan menguasai konsep-konsep fisika yang telah dipelajari melalui kegiatan atau belajar secara berkelompok, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa. Sehingga, Model pembelajaran LC (Learning Cycle) ini cocok diterapkan dalam pembelajaran fisika karena dapat mengatasi kesulitan belajar siswa secara individu untuk memahami konsep karena lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah.

Menurut Piaget (1989) model pembelajaran LC (Learning Cycle (5 E)) pada dasarnya memiliki lima fase yaitu:
1. Engagement (Undangan)
Bertujuan mempersiapkan diri pebelajar agar terkondisi dalam menempuh fase berikutnya dengan jalan mengeksplorasi pengetahuan awal dan ide-ide mereka serta untuk mengetahui kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada pembelajaran sebelumnya. Dalam fase engagement ini minat dan keingintahuan (curiosity) pebelajar tentang topik yang akan diajarkan berusaha dibangkitkan. Pada fase ini pula pebelajar diajak membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam tahap eksplorasi.
2. Exploration (Eksplorasi)
Siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum dan telaah literatur.
3. Explanation (Penjelasan)
Guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri, meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka, dan mengarahkan kegiatan diskusi. Pada tahap ini pebelajar menemukan istilah-istilah dari konsep yang dipelajari.
4. Elaboration (Pengembangan)
Siswa mengembangkan konsep dan ketrampilan dalam situasi baru melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum lanjutan dan problem solving.
5. Evaluation (Evaluasi)
Pengajar menilai apakah pembelajaran sudah berlangsung baik dengan jalan memberikan tes untuk mengukur kemampuan siswa setelah menerima materi pelajaran.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjxCI8Jmkik2ElotNgUKj1Y9caigJKvdJ36voNHGFzjwnENSCOMrgeWuD7LJ15hMqRBmSv6YNAsn4r11unPGx81TFIjyyrx5N0gBtgF6W08nmDSc4N2SxYOY5Wp7HeAYMSEgVliqnppbMlx/s320/Untitled.jpg
Gambar 1. Langkah-langkah Daur Belajar (Sumber: Johnston, 2001)

Berdasarkan tahapan-tahapan dalam metode pembelajaran bersiklus seperti dipaparkan di atas, diharapkan siswa tidak hanya mendengar keterangan guru tetapi dapat berperan aktif untuk menggali dan memperkaya pemahaman mereka terhadap konsep-konsep yang dipelajari. Berdasarkan uraian di atas, LC dapat dimplementasikan dalam pembelajaran bidang-bidang sain maupun sosial.
LC (Learning Cycle) ,yaitu suatu model pembelajaran yang berpusat pada pebelajar (student centered). LC (Learning Cycle) patut dikedepankan, karena sesuai dengan teori belajar Piaget (Renner et al, 1988), teori belajar yang berbasis konstruktivisme. LC melalui kegiatan dalam tiap fase mewadahi pebelajar untuk secara aktif membangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial.

Implementasi LC dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan kontruktivis yaitu:
1. Siswa belajar secara aktif. Siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir.Pengetahuan di konstruksi dari pengalaman siswa.
2. Informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa. Informasi baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu
3. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah.(Hudojo,2001)

Dengan demikian proses pembelajaran bukan lagi sekedar transfer pengetahuan dari guru ke siswa, seperti dalam falsafah behaviorisme, tetapi merupakan proses pemerolehan konsep yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif dan langsung. Proses pembelajaran demikian akan lebih bermakna dan menjadikan skema dalam diri pebelajar menjadi pengetahuan fungsional yang setiap saat dapat diorganisasi oleh pebelajar untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Hasil-hasil penelitian di perguruan tinggi dan sekolah menengah tentang implementasi LC dalam pembelajaran sain menunjukkan keberhasilan model ini dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa (Budiasih dan Widarti, 2004; Fajaroh dan Dasna, 2004).

Model pembelajaran LC (Learning Cycle) ini memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1. Sintakmatik
Langkah-langkah model pembelajaran LC (Learning Cycle) yakni pada table 2.1 sebagai berikut :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg47bMIQuXIN_Va3MirZKKdiqdP2Hi-R3M7efpTIuRFskLMfeJZHLMBcFGa606L2ipmJMAMEi7u-vTmgOb5pyvaa3actwhXknhBAafzZVPT7BLsbZCy2wIoQPgXas4E0v6prp57c8sNxFWR/s320/Untitled.png


2. Sistem sosial
Sistem sosial yang berlaku dan berlangsung dalam model Learning Cycle bersifat demokratis. Setiap siswa diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat berupa jawaban dan pertanyaan sehingga tercipta suasana belajar yang aktif. Siswa juga dituntut bekerja sama dengan teman sehingga terjalin interaksi antar siswa. Maka dari itulah didalam suatu kelompok siswa dituntut untuk membuat hubungan yang baik antar anggota kelompok sehingga sikap untuk menghargai sesama dan saling membantu sangatlah diperlukan.

3. Prinsip reaksi
Guru berperan sebagai penasehat, konsultan, dan pemberi kritik terhadap kinerja siswa. Guru berupaya menciptakan kegiatan pembelajaran yang dapat membangkitkan motivasi siswa untuk belajar secara aktif dan juga guru berupaya menciptakan kegiatan pembelajaran yaang menuntut terjadi interaksi antara siswa dengan siswa yang lain maupun antara siswa dengan guru.
Didalam penerapan model pembelajaran ini, guru melakukan pengendalian terhadap aktivitas pebelajar pada setiap kelompok, antara lain dengan memberikan penjelasan materi atau bacaan yang terkait dengan tugas-tugas kelompok.

4. Sistem pendukung
Sistem pendukung pembelajaran adalah segala sarana yang dapat digunakan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran. Sarana pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan model pembelajaran ini adalah, buku paket fisika SMP kelas VII sebagai referensi siswa untuk mengaitkan informasi dalam lembar tugas dengan konsep fisika, LKS, papan tulis, alat tulis dan kartu permainan (cards game)

5. Dampak instruksional
Dampak instruksional dari model pembelajaran ini antara lain: pemahaman terhadap konsep, kemampuan menerapkan konsep fisika dalam memecahkan masalah, kemampuan merespon, bertanya menjawab pertanyaan, memperhatikan penjelasan guru dan menilai fenomena fisika yang terjadi, serta kemampuan bersosialisasi.

6. Dampak pengiring
Dampak pengiring dari model pembelajaran ini antara lain : kemampuan bersikap jujur, kemampuan menghargai pendapat orang lain, kemampuan memandang masalah dari berbagai perspektif, kemampuan berpikir divergen atau berpikir kreatif, memiliki rasa percaya diri, memiliki motivasi belajar, memiliki keterampilan hidup bergotong royong, diskusi dengan kelompok, dan bekerja sama dengan teman satu kelompok.
Model LC (Learning Cycle) ini mempunyai kelebihan sebagai berikut:
1. Meningkatkan motivasi belajar karena pebelajar dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.
2. Siswa dapat menerima pengalaman dan dimengerti orang lain;
3. Siswa mampu mengembangkan potensi individu yang berhasil dan berguna, kreatif, bertanggung jawab, mengaktualisasikan dan mengoptimalkan dirinya terhadap perubahan yang terjadi
4. Pembelajaran menjadi lebih bermakna